Laman

Jumat, 19 September 2014

SUPER MODERN 2031

                  Ilmuan membuat banyak penemuan baru. Penemuan itu masih terasa ajaib dizaman sekarang. Namun di masa yang akan mendatang manusia akan memakai penemuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Seperti apa kehidupan manusia ditahun 2031 nanti ? Yuk, kita intip keajaiban.


Listrik Tanpa Kabel

               Tiap kali mau menonton televisi atau main computer, kita harus memasang colokan kabel keseluruh ruangan listrik. Tetapi sayangnya, kabel listrik akan berserakan kemana-mana. Hmmm biasa nggak ya listrik mengalir tanpa kabel?
Dimasa mendatang, listrik akan dikirim kealat elektronik tanpa kabel. Tiap rumah akan memiliki pemancar listrik diudara. Lantas apakah manusia tidak akan tersetrum jika listrik dikirim tanpa kabel? Jawaban tidak. Karena listrik akan dikirim dengan sinyal handpone. Listrik baru nyetrum lagi setelah sinyal handpone  diubah oleh alat khusus didalam.


Listrik dari Petir

                Selama ini kita memperoleh listrik dari tenaga air terjun dan uap air. Dimasa depan, listrik dapat berasal dari petir. Petir mempunyai kekuatan listrik sebesar satu juta kilowatt. Itu berarti tenaga listrik petir mampu menyalakan 150 juta lampu rumah.
                Ilmuan sedang meneliti cara menangkap listrik dari petir . Alat yang dipakai kira-kira mirip dengan papan energy matahari. Wah jika penelitian ini berhasil, ditahun 2031 orang tidak lagi membayar listrik. Cukup memasang panel penangkap listrik, lampu pun dapat menyala dengan gratis. Namun tidak semua daerah dapat menangkap listrik dari petir. Panel listri petir hanya bagus digunakan pada daerah yang punya banyak petir. Seperti Indonesia, Kongo, Venezuela, dan Amerika Serikat.



Naik  Pesawat Alien
Pesawat terbang tidak selalu mirip burung dimasa depan. Kelak pesawat terbang akan terbang tanpa sayap. Bahkan ada pula pesawat terbang berbentuk piring bundar . Jadi  kita tidak boleh panik jika melihat piring terbang diangkasa nanti. Piring terbang bukan milik alien ditahun 2031.
 

Senin, 15 September 2014

CERPAN......

Permintaan Ku

Tik . . . tik . . . tik . . . . . . . . ! Suara hujan berintik diatas genting, hantarkan Arni pada suasana sepi yang begitu hening. Tiba-tiba ia teringat akan masa itu, masa dimana ia pertama kalinya merasakan apa yang namanya itu cinta.
            Ditengah suasana yang begitu riuh dangan gemingan suara tiada hentinya, seluruh siswa dan siswi SMP 4 KENDARI sedang bersiap untuk melakukan rutinitas pagi mereka, yaitu apel pagi. Arni sebagai salah satu siswi senior disekolah tersebut pun harus taat pada setiap peraturan dan tradisi disekolah tersebut. Suara riuh itu benar-benar mengusik telinga Arni, rasanya seperti hampir mau  pecah. Tapi, semua menjadi berubah. Suara yang begitu riuhnya tiba-tiba menghilang dari telinganya. Yang terdengar hanyalah suara musik klasik yang sangat merdu, halus, lembut, begitu nyaman dan tenang ditelinganya. Dia melihat sosok itu, sosok yang selalu ia tunggu-tunggu sejak dulu. Dengan sinar putih disekeliling tubuhnya, sangat terang, dan menyilaukan. Benar-benar seperti malaikat yang sedang turun dari langit dengan jubah putihnya. Sosok itu sedang berlari dan berada jauh dari hadapan Arni.   
“Ya Tuhan . . . . . . . . ini yang nama jatuh cinta. Mataku seakan enggan tuk berkedip dan jantungku terus berdetak dengan kencang tiada hentinya” ucap Arni dalam hati. Padahal sebelumnya Arni sudah sering menjumpai sosok itu, bahkan pernah membuat hatinya merasa jengkel. Tapi entah kenapa, semuanya menjadi terbalik. Adik kelasnya yang satu ini tampak berbeda hari ini. “Oh . . . alangkah tampan dan kerennya.” ujar nya kembali.
            “Ar . . . , Ar . . . , Arni . . . . . . . . . . !” teriak Nisha dengan kerasnya ditelinga Arni.
“Hm . . . apa? Ada apa?” sahut Arni.
 “Hmmm . . . ngelamun lagi nih anak. Lihat tuh Pak guru, udah capek deh teriak-teriak terus dari tadi, nggak ada yang ngedengerin. Mana banyak siswa-siswi yang terlambat lagi. Uh, kalau kaya gini, aku bisa batalin deh niat aku buat jadi guru.” sambung  Nisha menggerutu.
“Iya-iya,  aneh banget, hari ini kok bisa banyak banget yach yang terlambat. Termasuk dia. . . . ” sahut Arni kembali dengan mata yang tiada hentinyanya menatap kearah sosok itu.
“Dia . . . , siapa?” tanya Nisha sambil mencari sosok yang dimaksud oleh Arni.
 “He . . . he. . . he . . . bukan siapa-siapa kok. Udah yuk, udah pada bubar nih, meding kita kekelas aja. Nggak enakkan kalau gurunya masuk duluan.” bujuk Arni. Nisha pun mengikuti ajakan Arni, dan mereka pun langsung menuju kekelas mereka, kelas IX A.
            Waktu terus berlalu begitu cepatnya. Sejak hari itu Arni terus memperhatikan sosok itu dan berusaha untuk mencari tahu tentang segala sesuatu tentangnya. Mulai dari nama lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir, dll. Khususnya prestasi. Soalnya, Arni sebagai salah satu siswi yang berprestasi disekolah tersebut, sangat kagum dan mengidamkan orang-orang  yang seperti itu.
                Namanya adalah Arda, dia duduk dibangku kelas VIII A, selalu meraih peringkat pertama di kelasnya, dan menjadi cowok idaman bagi setiap cewek-cewek. Ya-iyalah, siapa juga yang nggak naksir, dengan kepribadiannya yang polos,  dingin, dan lucu itu. Tentu mampu menyihir hati setiap cewek. Bahkan Arni yang dulu sempet jengkel banget sama dia, cuma gara-gara rebutan makanan dikantin aja . . , bisa jatuh cinta padanya. Tapi ada satu fakta aneh yang terjadi padanya, karena diantara hari sekolah yaitu hari  Senin-Sabtu, disalah satu hari tersebut, dia  selalu tidak datang ke sekolah. Bahkan diantara hari-hari tersebut, Arda pernah tidak datang ke sekolah secara berturut-turut pada hari yang sama selama 3 bulan.
               “ Hm . . . semoga dia baik-baik aja Tuhan” doa Arni dalam hati.
            Signal-signal cinta pun terus disampaikan Arni kepada Arda. Hingga pada  akhirnya . . , Arda merima signal itu. Setiap kali Arni memandang kearah Arda, Arda pun ikut berbalik menoleh dan memandangnya. Arda selalu berkumpul dan bercanda riang dengan teman-teman sekelas Arni, bahkan dia selalu lewat didepan kelas Arni setiap dia akan menuju kekantin, yang jelas-jelas jaraknya malah tambah lebih jauh dengan tempat yang ditujunya. Seakan dia berusaha untuk mencuri perhatian Arni. Sampe-sampe ada kejadian yang sangat lucu dan memalukan yang menimpanya. Saat dimana Arda memandang dan tersenyum manis kearah Arni, tanpa sadar tiba-tiba . . . gubrak!!! Ia menabrak tong sampah dan karena rasa malu dan gegabahnya,  ia kemudian  jatuh keparit untuk kedua kalinya. Semua mata langsung tertuju padanya dan menertawakannya, bajunya menjadi kotor, dan dia tak kuasa menahan rasa malu yang ada dihatinya itu.
“Aduh . . . , mau ditaruh dimana mukaku ini. Alangkah sialnya aku hari ini. Mana kak Arni melihatku lagi.” Ujarnya dalam hati yang kemudian tersenyum manis kecengengesan kearah Arni. Arni pun hanya tertawa melihatnya.
Semua berlalu begitu saja. Setiap mereka berpapasan, mereka selalu merasakan hal yang sama. Perasaan yang begitu bahagia tiada hentinya, jantung mereka berdetak begitu kencangnya, seakan hati mereka saling bicara. Padahal mulut mereka saling membungkam. Tetapi entah kenapa hari-hari yang mereka lalui terasa sama saja, tiada perubahan. Arni yang terus menuggu hari itu tiba, kini enggan tuk mengharapkannya lagi. Entah apa yang masih menganjal dihati Arda, hingga dia tak kujung tiba tuk menyatakan perasaannya kepada Arni. Apa kerena perbedaan umur? Entahlah . . . ? Arni mulai putus asa, signal-signal cinta yang dia sampaikan kepada Arda seakan percuma. Bahkan dia mulai berpikir yang tidak-tidak tentang Arda.
“Bodoh….., aku bodoh banget sih, jelas-jelas aku beda jauh dengannya, ngapain aku mengharapkan cintanya. Mungkin ini hanya sebuah kesalahpahaman saja. Mungkin yang aku rasakan hanya cinta sepihak. Atau dia hanya ingin mempermainkan perasaanku???” gerutu Arni dalam hati dengan perasan jengkel dan malu.
Ya, begitulah hari-hari terus berlalu tanpa perubahan. Perasaan Arni kini kembali berubah menjadi perasaan benci dan jengkel terhadap Arda. Hingga akhirnya Arni pun lulus ujian dan kemudian melanjutkan sekolahnya di SMA 7 KENDARI.
“Arni . . .” panggil Ibunya Arni dan kemudian menepuk pundak Arni.
“Hah . . . Mama, bikin kaget aku aja deh” sahut  Arni dengan jutek.
“Ih . . . ni anak bukannya berangkat kesekolah, malah asyik ngelamun disini. Cepet berangkat, nanti kamu terlambat. Lagian hujannya udah reda.” ucap Ibunya Arni.
“Iya-iya aku berangkat sekarang. Da . . . Mama.” sambung Arni, dan Ibunya Arni pun hanya mengangguk.
“Hm, ada-ada aja tingkah lakunya si Arni” ujar Ibunya Arni dalam hati sambil menggelengkan kepala. Arni pun mengambil motornya dan langsung pergi menuju ke sekolahnya.
“Nis, tungguin aku dong” panggil Arni sambil berlari kecil.
“Eh kamu Arni. Tumben banget kamu datang pagi.” Sahut Nisha dan berbalik kearah Arni.
“Ngeledeg lagi deh nih anak .” sambung Arni.
“Kok tahu sih, nyadar yach . . . ! Oya  Ar, kapan nih kita mau belajar bareng? Kita kan udah kelas XII, ya . . . walaupun masih semester ganjil, kita kan harus siap-siap dari sekarang, biar nggak kedodoran ntar.” ucap Nisha sambil mereka berjalan.
“Ya . . . kapan yach? Kalau bisa sih mulai minggu depan.” sahut Arni kembali.
“Minggu depan yach . . . itu sih nggak masalah. Eh . . . Ar kamu udah denger gosip baru belum?”
“Gosip apaan?” ujar Arni penasaran
“Gosip . . . ! Katanya sih ada siswa baru gitu. Terus orangnya tuh pinter, ganteng, keren, pokoknya perfect abis deh.” dengan asyiknya.
Guaaaabrak!!! “Aduh . . . kalau jalan pake mata dong!”ujar Arni dengan marahnya sambil berusaha untuk membangunkan tubuhnya dan melihat kearah sosok yang menabraknya tadi. Dan secara spontan Arni kemudian terkejut dan terdiam sesaat, matanya mulai berkaca-kaca, hatinya menjadi bimbang, tak ada suara yang terdengar ditelinganya, dan matanya pun tak dapat melihat apapun, kecuali sosok itu. Seakan didunia ini yang dia lihat hanyalah dia. Sesosok yang pernah mengusik hidupnya.
 “Kenapa kau baru datang hari ini? sudah lelah hatiku menunggumu sejak dulu, bahkan hati ini sudah mulai beku dan semua tentangmu sudah mulai terhapuskan di ingatanku. Dari seluruh siswa dan siswi yang datang mendaftar di sekolah ini, hanya kau yang aku harapkan tuk datang. Tapi kau tak kunjung datang. Dan sekarang dengan tenangnya kau berdiri dihadapanku dan mulai mengingatku akan kisah yang lalu. Tuhan . . . kenapa kau izinkan dia tuk mengusik hidupku kembali??? Ya . . . ini salahku, karena aku pernah meminta kepada-Mu tuk hadirkan dia dalam hidupku, agar ku dapat memilikinya walau itu hanya sementara” ucap Arni dalam hati.
“Arni . . . kamu nggak apa-apakan? Nggak ada yang luka kan?” Tanya Nisha, yang kemudian menghancurkan lamunan Arni. Arni pun hanya mengangguk .
“Maaf-maaf . . . ,aku bener-bener nggak segaja. Maaf yach . . . . . !” Ucap Arda dengan sopan.
Untuk kedua kalinya Arni pun hanya diam membisu. Yang dia lakukan hanyalah menganggukkan kepalanya kembali, untuk meyakinkan bahwa dia telah menerima permohonan maaf Arda. Dan kemudian Arni yang dituntun oleh sahabatnya itu pun langsung pergi menuju ke kelasnya, tanpa mengucapkan sepatah katapun kehadapan Arda, dan begitu pula sebaliknya. Seakan diantara mereka tidak pernah terjadi sesuatu.
“Weh . . . , sini deh ada yang ribut-ribut tuh dihalaman sekolah!” panggil salah seorang teman Arni. Dan seluruh temen-temen, bahkan semua siswa-siswi disekolah tersebut pun langsung menuju ketempat kejadian.
“Ada apaan sih, kok riuh banget? Ada yang berantem? Baru juga keluar main, kok udah ada yang bikin ulah sih.” Tanya Arni yang baru kembali dari kantin.
“Udah Ar . . . mending kita kesana aja yuk! Penasaran nih.” bujuk nisha sambil menarik tangan Arni.
Setelah mereka tiba dihalaman sekolah, Arni pun langsung terkejut, ketika dia mendapati bahwa orang yang membuat keributan tersebut adalah Arda. Arda pun secara spontanitas, langsung berjalan dan membuka barisan keruman para siswa tersebut, menuju kearah Arni yang berada jauh dibelakang dan kemudian langsung menarik tangan Arni tanpa permisi terlebih dahulu. Seluruh siswa hanya terdiam keheranan. Arda dengan santainya pun melanjutkan aksinya kembali dengan membawa Arni ketempatnya semula dan Arni hanya terdiam bisu bagaikan patung. Suara gaduh kembali menyeruak, ketika Arda tiba-tiba berlutut dihadapan Arni yang kemudian menjulurkan sebatang pohon bunga mawar yang baru dicabut dari tangannya itu. Sambil berkata “Arni . . . tahukah kamu? Kamu seperti bunga mawar ini bagiku. Walaupun kamu memiliki banyak duri yang begitu tajam, tapi dengan kecantikan yang kamu miliki, kamu mampu meluluh lantahkan hati ini. Kumohon . . . , terimalah sebatang pohon bunga mawar ini, sebagai tanda bahwa kamu mau menerima diriku dihatimu!”


 “Terima, terima, terima . . . !” seluruh siswa pun mulai menyeruakkan suara mereka dengan begitu keras dan kompaknya.
Arni pun hanya terdiam, hatinya terus memberontak. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus menerima pernyataan cinta dari Arda yang sejak dulu dia tunggu-tunggu, atau harus menolaknya, karena perasaannya kini sudah mulai berubah menjadi perasaan benci terhadap Arda. Dia benar-benar bimbang. Tanpa basa-basi, Arni pun langsung menghempas bunga tersebut dan pergi meninggalkan Arda tanpa mengucapkan apa-apa.
“Aku tahu ini pasti bohong. Kamu itu punya perasaan yang sama denganku Ar. . . ! Aku tahu itu, dan aku sangat yakin. Aku nggak akan berhenti sampai disini, aku akan buktiin itu.” ucap Arda dengan kerasnya dan dia langsung berdiri sambil menunjuk Arni dengan tangannya, hingga membuat salah satu guru disekolah tersebut pun terpaksa harus keluar dari kantor dan mendatangi Arda. Tanpa Arda sadari, Pak Deni telah berdiri dibelakangnya. Seluruh  siswa pun langsung bubar meninggalkan Arda ditempat tersebut dengan langkah yang pelan dan kepala  menunduk.
“Arda . . . ! Ngapain kamu disini?” tanya Pak Deni dengan suara keras.
“Nggak ngapa-ngapain kok  Pak.” jawab  Arda sambil cengengesan.
“Jangan bikin ulah! Walaupun kamu baru disini, tapi kamu sudah menjadi siswa disekolah ini. Jadi, kamu harus taat akan segala peraturan yang ada di sekolah ini. Mengerti! Sudah masuk kekelas sana!” tegas Pak Deni.
“Ya . . . Pak, saya mengerti. Mari Pak saya pergi dulu.” ujar Arda dengan sopan. Arda pun langsung pergi menuju kekelasnya dan begitu pula dengan Pak Deni yang menuju kekantor.
Keesokan harinya, Arda benar-benar membuktikan ucapannya. Pagi-pagi sekali Arda sudah berada didepan pintu gerbang sekolah untuk menunggu Arni datang. Setelah beberapa menit akhirnya Arni pun datang. Tanpa basa-basi lagi Arda pun mulai menggoda Arni dengan kata-kata gombalnya.
“Aduh yang lagi lewat wajahnya kok jutek amat sih. Tapi tak apalah . . . . . , tetep   manis dan cantik kok.” goda Arda. Tapi apa yang terjadi, Arni tak sedikit pun menggubrisnya, dia tetap melangkahkan kakinya  itu.
Tanpa sadar, sudah hampir 3 bulan Arda terus melakukan hal tersebut. Bahkan dia juga selalu datang ke kelas Arni, menitip pesan untuknya, dan sering menghadangnya. Tetapi Arni tetap seperti itu. Tak peduli. Hingga suatu ketika . . . . . . . . . . .
“Ah . . . . . . . . . . tolong, tooooloooong.” teriak Arni sambil berlari ketakutan. “ Mas . . . mas . . . , bisa minta tolong nggak? Tolong usirkan anjing-anjing itu dong!” pinta Arni yang hampir kehabisan nafas sambil memegang baju dan berlindung dibelakang sosok yang dia harapkan  pertolongannya. Dan dalam seketika anjing-anjing itupun dengan mudah diusirnya.
“Huh leganya. . . . . !Makasih banyak yach mas, mas hebat banget deh bisa ngusir anjing-anjing itu dengan gampang. Sekali lagi makasih banyak yach mas.” ucap Arni yang masih bersembunyi dibelakang tubuh sosok itu.
Kemudian sosok itu pun secara perlahan-lahan mulai membalikan badannya. Dan berkata “Iya sama-sama kok. Itu sih masalah gampang.”
“Kamu . . . . ! Ih . . . . . .!” tiba-tiba wajah Arni berubah menjadi pucat pasif dan dia merasa sangat malu.
“Kenapa ih . . . . ? heran yach. Nggak suka kalau aku yang bantu, atau malu?” goda Arda.
“Udah, aku pergi dulu.” jawab Arni jutek.
“Tunggu . . . ! tungguin aku dong, please berhenti disitu! Sebentaaaaaaar . . . . aja!” pinta Arda lembut. Arni pun menuruti perkataan Arda. Dan secara tiba-tiba Arda telah berada tepat disamping Arni sambil membawa payung yang sudah siap untuk digunakan.
‘’Hah . . . . . ?” Arni keheranan.
“Ussssssst. Tenang aja deh. Kamu akan tahu sebentar apa alasannya.” bisik Arda dengan lembut ditelinga Arni. Sungguh peristiwa yang begitu aneh pun terjadi. Langit yang begitu cerahnya, tiba-tiba mulai meneteskan air hujan yang begitu deras.


“Kok bisa? Aneh banget.” Tanya Arni yang begitu keheranan.
“Bisalah. Kan aku yang minta sama Tuhan.” Sahut Arda meyakinkan. “Ar . . . maafin aku yach. Aku tahu aku salah baru datang saat ini, dan sudah membuatmu menungguku terlalu lama. Maafin aku yach! Sungguh tak pernah terbesik dalam hatiku untuk mempermainkan perasaanmu. Aku sungguh men . . . cin . . . tai . . . mu. Tolong terima pernyataan cintaku ini!” sambung Arda sambil menatap kedua bola mata Arni dengan suara yang seperti gemuruh hujan.
Seperti biasa, Arni hanya terdiam bisu bagaikan patung. Tak ada satu pun untaian kata yang terucap dari mulutnya. Pandangan matanya tak terarah. Dia  tak berani menatap mata Arda. Kemudian Arda pun langsung melangkahkan kakinya keluar dari lingkaran payung itu dan membiarkan tubuhnya dibasahi oleh air hujan.
“Baiklah, aku akan berikan dua pilihan untukmu. Jika seandainya kau mau menerima cintaku, tolong buang payung itu dan bermainlah hujan dengan ku. Tapi jika sebaliknya, tolong bawa payung itu sebagai kenangan dariku dan segera pergi dari hadapanku!” tegas Arda.
Arni pun langsung pergi meninggalkan Arda, sembari membawa payung tersebut. Dengan penuh rasa kecewa Arda mulai membalikan badannya secara perlahan-lahan dan mulai meninggalkan tempat itu.
“Apa hujan udah berhenti? Kenapa aku tidak merasakan tetesan air hujan? Aneh banget, disana hujan . . . , tapi disini . . . . . Jangan-jangan . . . . . .” Arda pun langsung membalikan badannya kembali, dan melihat Arni sedang berdiri dihadapannya sambil memayunginya.
“Arni . . . Apa maksudnya ini? Apa kau menerima cintaku” Tanya Arda polos.
“Hm.” jawab Arni sambil tersenyum manis.
Seketika itu, Arda pun langsung melompat kegirangan. Arni pun hanya bisa tertawa melihat tingkah konyolnya itu. Sungguh sebuah peristiwa yang begitu membahagiakan bagi mereka. Dari situlah kisah cinta mereka pun dimulai. Setiap harinya ada saja tingkah laku yang dilakukan Arda untuk membuat Arni merasa bahagia. Entah itu lucu, memalukan, atau bahkan romantis. Mulai dari kebiasaannya yang selalu menunggu Arni didepan pintu gerbang sekolah, membelikannya makan siang, sampe pernah nyanyiin lagunya Super Junior yang berjudul No Other dihalaman sekolah, hingga membuat suaranya menjadi serat dan akhirnya dihukum oleh guru. Arda . . . , Arda . . . , memang ada-ada aja yach. Pantesan aja siswa-siswi disekolah mereka sampe menjuluki mereka sebagai pasangan yang super so sweet abis.

Tak terasa 99 hari dari masa jadian mereka pun berlalu begitu cepatnya. Rasanya baru kemarin  mereka jadian. Dan besok menjadi hari dimana usia jadian mereka sudah genap 100 hari.
“Kemana Arda yach? Kok tumben sih hari ini Arda nggak nungguin aku?” ujar Arni dengan cemas.
“Sabar Ar . . . , mungkin aja Arda lagi dijalan.” Jawab Nisha meyakinkan. “oya, sana Rangga, diakan sahabat Arda. mending kita tanya sama dia aja yuk!”
“Rangga, tunggu sebentar dong. Ada yang mau kita tanyaiin nih!” panggil Arni.
“Eh kalian. Oya, aku hampir lupa. Kalian pasti sedang nungguin Arda kan? Udah, nggak usah ditungguin! Dia nggak bakal datang.” Ucap Rangga.
“Maksudnya?” Tanya Arni kembali.
“Dia demam. Jadi nggak bisa sekolah deh.”
“Nggak parah kan?” perjelas Arni.
“Nggak, nggak parah kok. Cuma demam biasa.”
“Oh . . . syukurlah. Tolong bilang sama dia, hari ini aku nggak bisa jenguk. Aku titip salam saja yach. Semoga cepat sembuh.”
 “Iya Arni . . . nanti pasti aku sampein kok.”
“Makasih banget yach Ngga.”
“Iya, sama-sama kok.”
Mereka pun kemudian berpisah, untuk menuju kekelas mereka masing-masing. Sungguh suasana sekolah hari ini terasa begitu sepi. Mungkin karena Arda nggak datang.
Tak . . . . . ! Tak . . . . . ! Tak . . . . . !
“Aduh siapa sih, subuh-subuh gini main lempar kaca rumah orang sembarangan” ucap Arni marah, dan kemudian langsung melihat keluar jendela.
“Hai! Ini aku  . . . , Arda.” sapa Arda dengan suara yang begitu pelan.
“Ada apa?” Tanya Arni penasaran.
 “Ada yang ingin aku bicarakan. Pentiiiiiiiiiiiiiiiiiiing banget. Cepet keluar!” bujuk Arda.
“Nggak ah. Nggak enak sama tetangga.”
“Kumohon sebentar saja!” sambil menguncupkan tangan.
“Iya deh aku keluar sekarang.”
Dengan perasaan cemas Arni pun keluar dan pergi menemui Arda yang tengah asyiknya duduk dibangku halaman depan rumah Arni. Tanpa berbasa-basi lagi, Arda pun langsung menarik tangan Arni dan mengajaknya untuk ikut duduk bersamanya disebuah bangku. Lalu Arda menyodorkan sebuah bingkisan untuk Arni.
“Apa ini?” tanya Arni dengan ucapan bibirnya yang begitu manis tapi penuh rasa penasaran.
“Buka dong!” pinta Arda. Kemudian Arni pun mulai membuka bingkisan itu ssecara perlahan-lahan. Dan alangkah terkejut dan bahagianya hati Arni, ketika dia melihat sebuah album foto yang didalamnya berisikan foto-foto tentang dirinya, sejak dia  SMP sampai sekarang, bagaimana mereka jadian, dan beberapa surat yang dia tulis sebagai ungkapan perasaan cintanya terhadap Arni, yang tak pernah berani untuk dia berikan. Semua itu hanya untuk Arni.
“Bagaimana, kerenkan? Pasti kerenlah. Oya, akukan udah kasih kado spesial di hari ke-100 kita jadian. Sekarang aku mau minta sesuatu sama kamu. Boleh nggak?” Tanya Arda.
“Boleh asal jangan yang aneh-aneh. Eh tapi jangan dulu. Bukannya kamu lagi sakit?” Tanya Arni kebingungan.
“Aku sudah sembuh kok. Obatku kan kamu.”
Arda pun tiba-tiba langsung menjatuhkan kepalanya diatas pangkuan Arni. Arda terlihat begitu manja hari ini. Dia seperti anak kecil. Keduanya pun saling memandang dan tersenyum.
“Ar . . . cinta sejatiku, maafin aku yach udah bangunin kamu subuh-subuh kayak gini.” Ucap Arda lembut
“Iya nih, kamu ganggu tidur aku ajach. Tahu nggak, ini tuh masih jam 4 subuh tahu. Kalau niatnya cuma ingin ngasih kado kenapa tidak disekolah aja?” gerutu Arni.
“Beda dooong. Aku kan ingin sesuatu yang surprise dan romantis. Sebagai tanda bahwa aku sudah  nebus segala kesalahan aku sama kamu. Yach dengan cara yang kayak gini. Ar . . . apa selama beberapa hari ini kamu bahagia bersamaku?”
“Iya, aku sangaaaaat . . . . . bahagia.”
“Syukurlah. Aku seneng banget dengernya. Trus aku punya satu pertanyaan lagi buat kamu. Apakah aku cinta pertamamu?”
“Iya. Kalau kamu sendiri bagaimana?”
“Bukan hanya yang pertama, tapi sekaligus yang terakhir.”
“Emang kamu yakin nggak bakal kelain hati?”
“Aku yakin banget.”
“Apa buktinya?”
“Ntar kamu juga tahu sendiri. Yang jelas wajah terakhir yang aku lihat adalah dirimu, suara terakhir yang kudengar juga suaramu, dan jantung ini pun akan terakhir kalinya berdetak, ketika kamu ada disampingku.”
“Jangan gombal.”
“Nggak, aku nggak ngegombal kok. Ini serius lagi. Udah ah, aku mau pulang. Matahari kayaknya udah mau terbit tuh. Nggak enakkan kalau dilihat sama tetangga.” Ucap Arda sembari mengangkatkan kepalanya dari panggkuan Arni, dan kemudian langsung berdiri dihadapan Arni.
“Bukannya aku yang seharusnya ngomong kaya gitu.” Sambar Arni.
“Ar . . , aku kan belum beri tahu apa yang aku minta. Sekarang aku akan memintanya!”
“Trus yang tadi apa?”
“Emangnya aku dapat bilang sesuatu gitu?”
“Ya nggak sih. Kalau gitu apa dong?”.
Kemudian Arda langsung menarik tubuh Arni dan memeluknya dengan hangat. Arni kaget dan dia berusaha untuk melepaskan diri.
“Tenanglah, aku hanya memintanya sebentar saja. Jangan sampe nanti kamu menyesal. Karena ini adalah pelukan pertama sekaligus yang terakhir dariku untukmu. Please…..!” kemudian Arni pun mulai diam.
“Ar . . . jaga dirimu baik-baik yach, jangan suka marah-marah lagi, dan harus selalu bahagia walau aku sudah tiada. Dan satu lagi, jangan pernah ngelupain aku. Walau aku takkan pernah bisa menjadi cinta terakhirmu, tapi aku adalah cinta pertamamu sekaligus cinta sejatimu. Ingatlah pesan-pesanku ini Ar . . . ! Cinta sejatiku.” Ucap Arda dengan suranya yang begitu lembut sembari dia meneteskan air mata.
“Ar . . . cinta sejatiku????” ucap Arni tak mengerti.

Seketika itu,,, Arda pun melepaskan pelukkannya. Dan secara tiba-tiba,, ia mengecup lembut kedua pipi Arni, dahi, dan bibir Arni yang manis. Arni pun hanya terdiam dan hanya memperlihatkan tatapannya yang kosong.
Setelah itu, Arda pun  langsung pergi meniggalkan Arni. Tubuhnya seakan menghilang dan lenyap begitu saja. Mungkin karena pancaran sinar matahari pagi yang begitu menyilaukan. Sehingga, biar sedikit pun tubuh Arda tidak terlihat oleh Arni.  Tetapi dibalik cerahnya sinar mentari pagi, tiba-tiba . . . . . . hujan mulai turun membasahi bumi ini. Dan Arni pun mulai melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumahnya. Dan tak lama kemudian, dilihatnya Rangga dengan pakaian yang serba hitam mulai datang menghampirinya.
“Ada apa Ngga, kok pagi-pagi banget sudah datang kesini” tanya Arni curiga.
“Arda  Ar . . . , Arda sudah meniggal. Dia meninggal  subuh tadi.” ucap Rangga sedih.
“Kamu pasti bohong, aku nggak percaya. Jelas-jelas Arda tadi kesini. Emang kamu nggak ketemu dia dijalan?”
“Aku nggak bohong. Kalau nggak percaya sekarang kita sama-sama kerumah Arda!”
Arni dan Rangga pun langsung bergegas menuju kerumah Arda. Betapa sedihnya hati Arni ketika dia harus menerima kenyataan bahwa apa yang dikatakan Rangga  itu benar adanya. Air matanya mulai bercucuran tiada hentinya. Sosok yang begitu tampan, polos, dengan dihiasi senyuman yang begitu manis, kini harus terbujur kaku tak bernyawa. Rintikkan hujan yang turun kebumi, seakan menjadi pertanda bahwa semesta ini juga ikut menangis karena kepergiannya.
“Kini aku baru mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dia menghilang begitu saja bukan karena dia ingin mempermainkan perasaanku, melainkan karena penyakitnya. Kini aku percaya Ar . . . , bahwa aku juga adalah cinta terakhir dihatimu. Dan ternyata Tuhan memang benar mengabulkan doa seperti apa yang aku minta. Tuhan mengirimmu datang kembali kepadaku dan Dia juga mengizinkan aku untuk bisa memilikimu, walaupun itu hanya sementara.” Ucap Arni dalam hati.

SEKIAN