Permintaan Ku
Tik . . . tik . . . tik . . . . . . . . ! Suara hujan
berintik diatas genting, hantarkan Arni pada suasana sepi yang begitu hening.
Tiba-tiba ia teringat akan masa itu, masa dimana ia pertama kalinya merasakan
apa yang namanya itu cinta.
Ditengah suasana yang begitu riuh
dangan gemingan suara tiada hentinya, seluruh siswa dan siswi SMP 4 KENDARI sedang
bersiap untuk melakukan rutinitas pagi mereka, yaitu apel pagi. Arni sebagai
salah satu siswi senior disekolah tersebut pun harus taat pada setiap peraturan
dan tradisi disekolah tersebut. Suara riuh itu benar-benar mengusik telinga
Arni, rasanya seperti hampir mau pecah.
Tapi, semua menjadi berubah. Suara yang begitu riuhnya tiba-tiba menghilang
dari telinganya. Yang terdengar hanyalah suara musik klasik yang sangat merdu,
halus, lembut, begitu nyaman dan tenang ditelinganya. Dia melihat sosok itu,
sosok yang selalu ia tunggu-tunggu sejak dulu. Dengan sinar putih disekeliling
tubuhnya, sangat terang, dan menyilaukan. Benar-benar seperti malaikat yang
sedang turun dari langit dengan jubah putihnya. Sosok itu sedang berlari dan
berada jauh dari hadapan Arni.
“Ya Tuhan . . .
. . . . . ini yang nama jatuh cinta. Mataku seakan enggan tuk berkedip dan
jantungku terus berdetak dengan kencang tiada hentinya” ucap Arni dalam hati. Padahal
sebelumnya Arni sudah sering menjumpai sosok itu, bahkan pernah membuat hatinya
merasa jengkel. Tapi entah kenapa, semuanya menjadi terbalik. Adik kelasnya
yang satu ini tampak berbeda hari ini. “Oh . . . alangkah tampan dan kerennya.”
ujar nya kembali.
“Ar . . . , Ar . . . , Arni . . . .
. . . . . . !” teriak Nisha dengan kerasnya ditelinga Arni.
“Hm . . . apa?
Ada apa?” sahut Arni.
“Hmmm . . . ngelamun lagi nih anak. Lihat tuh
Pak guru, udah capek deh teriak-teriak terus dari tadi, nggak ada yang
ngedengerin. Mana banyak siswa-siswi yang terlambat lagi. Uh, kalau kaya gini,
aku bisa batalin deh niat aku buat jadi guru.” sambung Nisha menggerutu.
“Iya-iya, aneh banget, hari ini kok bisa banyak banget yach
yang terlambat. Termasuk dia. . . . ” sahut Arni kembali dengan mata yang tiada
hentinyanya menatap kearah sosok itu.
“Dia . . . ,
siapa?” tanya Nisha sambil mencari sosok yang dimaksud oleh Arni.
“He . . . he. . . he . . . bukan siapa-siapa
kok. Udah yuk, udah pada bubar nih, meding kita kekelas aja. Nggak enakkan
kalau gurunya masuk duluan.” bujuk Arni. Nisha pun mengikuti ajakan Arni, dan
mereka pun langsung menuju kekelas mereka, kelas IX A.
Waktu terus berlalu begitu cepatnya.
Sejak hari itu Arni terus memperhatikan sosok itu dan berusaha untuk mencari
tahu tentang segala sesuatu tentangnya. Mulai dari
nama
lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir, dll. Khususnya prestasi. Soalnya, Arni
sebagai salah satu siswi yang berprestasi disekolah tersebut, sangat kagum dan
mengidamkan orang-orang yang seperti
itu.
Namanya adalah Arda, dia duduk
dibangku kelas VIII A, selalu meraih peringkat pertama di kelasnya, dan menjadi
cowok idaman bagi setiap cewek-cewek. Ya-iyalah, siapa juga yang nggak naksir,
dengan kepribadiannya yang polos,
dingin, dan lucu itu. Tentu mampu menyihir hati setiap cewek. Bahkan
Arni yang dulu sempet jengkel banget sama dia, cuma gara-gara rebutan makanan
dikantin aja . . , bisa jatuh cinta padanya. Tapi ada satu fakta aneh yang
terjadi padanya, karena diantara hari sekolah yaitu hari Senin-Sabtu, disalah satu hari tersebut, dia selalu tidak datang ke sekolah. Bahkan
diantara hari-hari tersebut, Arda pernah tidak datang ke sekolah secara
berturut-turut pada hari yang sama selama 3 bulan.
“ Hm . . . semoga dia baik-baik
aja Tuhan” doa Arni dalam hati.
Signal-signal cinta pun terus
disampaikan Arni kepada Arda. Hingga pada
akhirnya . . , Arda merima signal itu. Setiap kali Arni memandang kearah
Arda, Arda pun ikut berbalik menoleh dan memandangnya. Arda selalu berkumpul dan
bercanda riang dengan teman-teman sekelas Arni, bahkan dia selalu lewat didepan
kelas Arni setiap dia akan menuju kekantin, yang jelas-jelas jaraknya malah
tambah lebih jauh dengan tempat yang ditujunya. Seakan dia berusaha untuk
mencuri perhatian Arni. Sampe-sampe ada kejadian yang sangat lucu dan memalukan
yang menimpanya. Saat dimana Arda memandang dan tersenyum manis kearah Arni,
tanpa sadar tiba-tiba . . . gubrak!!! Ia menabrak tong sampah dan karena rasa
malu dan gegabahnya, ia kemudian jatuh keparit untuk kedua kalinya. Semua mata
langsung tertuju padanya dan menertawakannya, bajunya menjadi kotor, dan dia
tak kuasa menahan rasa malu yang ada dihatinya itu.
“Aduh . . . ,
mau ditaruh dimana mukaku ini. Alangkah sialnya aku hari ini. Mana kak Arni
melihatku lagi.” Ujarnya dalam hati yang kemudian tersenyum manis kecengengesan
kearah Arni. Arni pun hanya tertawa melihatnya.
Semua berlalu begitu saja. Setiap mereka berpapasan,
mereka selalu merasakan hal yang sama. Perasaan yang begitu bahagia tiada
hentinya, jantung mereka berdetak begitu kencangnya, seakan hati mereka saling
bicara. Padahal mulut mereka saling membungkam. Tetapi entah kenapa hari-hari
yang mereka lalui terasa sama saja, tiada perubahan. Arni yang terus menuggu
hari itu tiba, kini enggan tuk mengharapkannya lagi. Entah apa yang masih menganjal
dihati Arda, hingga dia tak kujung tiba tuk menyatakan perasaannya kepada Arni.
Apa kerena perbedaan umur? Entahlah . . . ? Arni mulai putus asa, signal-signal
cinta yang dia sampaikan kepada Arda seakan percuma. Bahkan dia mulai berpikir
yang tidak-tidak tentang Arda.
“Bodoh….., aku bodoh banget sih, jelas-jelas aku
beda jauh dengannya, ngapain aku mengharapkan cintanya. Mungkin ini hanya
sebuah kesalahpahaman saja. Mungkin
yang
aku rasakan hanya cinta sepihak. Atau dia hanya ingin mempermainkan
perasaanku???” gerutu Arni dalam hati dengan perasan jengkel dan malu.
Ya, begitulah hari-hari terus berlalu tanpa
perubahan. Perasaan Arni kini kembali berubah menjadi perasaan benci dan
jengkel terhadap Arda. Hingga akhirnya Arni pun lulus ujian dan kemudian melanjutkan
sekolahnya di SMA 7 KENDARI.
“Arni
. . .” panggil Ibunya Arni dan kemudian menepuk pundak Arni.
“Hah
. . . Mama, bikin kaget aku aja deh” sahut
Arni dengan jutek.
“Ih
. . . ni anak bukannya berangkat kesekolah, malah asyik ngelamun disini. Cepet
berangkat, nanti kamu terlambat. Lagian hujannya udah reda.” ucap Ibunya Arni.
“Iya-iya
aku berangkat sekarang. Da . . . Mama.” sambung Arni, dan Ibunya Arni pun hanya
mengangguk.
“Hm,
ada-ada aja tingkah lakunya si Arni” ujar Ibunya Arni dalam hati sambil
menggelengkan kepala. Arni pun mengambil motornya dan langsung pergi menuju ke sekolahnya.
“Nis,
tungguin aku dong” panggil Arni sambil berlari kecil.
“Eh
kamu Arni. Tumben banget kamu datang pagi.” Sahut Nisha dan berbalik kearah
Arni.
“Ngeledeg
lagi deh nih anak .” sambung Arni.
“Kok
tahu sih, nyadar yach . . . ! Oya Ar,
kapan nih kita mau belajar bareng? Kita kan udah kelas XII, ya . . . walaupun
masih semester ganjil, kita kan harus siap-siap dari sekarang, biar nggak
kedodoran ntar.” ucap Nisha sambil mereka berjalan.
“Ya
. . . kapan yach? Kalau bisa sih mulai minggu depan.” sahut Arni kembali.
“Minggu
depan yach . . . itu sih nggak masalah. Eh . . . Ar kamu udah denger gosip baru
belum?”
“Gosip
apaan?” ujar Arni penasaran
“Gosip
. . . ! Katanya sih ada siswa baru gitu. Terus orangnya tuh pinter, ganteng,
keren, pokoknya perfect abis deh.” dengan asyiknya.
Guaaaabrak!!!
“Aduh . . . kalau jalan pake mata dong!”ujar Arni dengan marahnya sambil
berusaha untuk membangunkan tubuhnya dan melihat kearah sosok yang menabraknya
tadi. Dan secara spontan Arni kemudian terkejut dan terdiam sesaat, matanya
mulai berkaca-kaca, hatinya menjadi bimbang, tak ada suara yang terdengar ditelinganya,
dan matanya pun tak dapat melihat apapun, kecuali sosok itu. Seakan didunia ini
yang dia lihat hanyalah dia. Sesosok yang pernah mengusik hidupnya.
“Kenapa kau baru datang hari ini? sudah lelah
hatiku menunggumu sejak dulu, bahkan hati ini sudah mulai beku dan semua
tentangmu sudah mulai terhapuskan di ingatanku. Dari seluruh siswa dan siswi yang
datang mendaftar di sekolah ini, hanya kau yang aku harapkan tuk datang. Tapi
kau tak kunjung datang. Dan sekarang dengan tenangnya kau berdiri dihadapanku
dan mulai mengingatku akan kisah yang lalu. Tuhan . . . kenapa kau izinkan dia
tuk mengusik hidupku kembali??? Ya . . . ini salahku, karena aku pernah meminta
kepada-Mu tuk hadirkan dia dalam hidupku, agar ku dapat memilikinya walau itu hanya
sementara” ucap Arni dalam hati.
“Arni
. . . kamu nggak apa-apakan? Nggak ada yang luka kan?” Tanya Nisha, yang kemudian
menghancurkan lamunan Arni. Arni pun hanya mengangguk .
“Maaf-maaf
. . . ,aku bener-bener nggak segaja. Maaf yach . . . . . !” Ucap Arda dengan
sopan.
Untuk
kedua kalinya Arni pun hanya diam membisu. Yang dia lakukan hanyalah
menganggukkan kepalanya kembali, untuk meyakinkan bahwa dia telah menerima
permohonan maaf Arda. Dan kemudian Arni yang dituntun oleh sahabatnya itu pun
langsung pergi menuju ke kelasnya, tanpa mengucapkan sepatah katapun kehadapan
Arda, dan begitu pula sebaliknya. Seakan diantara mereka tidak pernah terjadi
sesuatu.
“Weh
. . . , sini deh ada yang ribut-ribut tuh dihalaman sekolah!” panggil salah
seorang teman Arni. Dan seluruh temen-temen, bahkan semua siswa-siswi disekolah
tersebut pun langsung menuju ketempat kejadian.
“Ada
apaan sih, kok riuh banget? Ada yang berantem? Baru juga keluar main, kok udah
ada yang bikin ulah sih.” Tanya Arni yang baru kembali dari kantin.
“Udah
Ar . . . mending kita kesana aja yuk! Penasaran nih.” bujuk nisha sambil
menarik tangan Arni.
Setelah
mereka tiba dihalaman sekolah, Arni pun langsung terkejut, ketika dia mendapati
bahwa orang yang membuat keributan tersebut adalah Arda. Arda pun secara
spontanitas, langsung berjalan dan membuka barisan keruman para siswa tersebut,
menuju kearah Arni yang berada jauh dibelakang dan kemudian langsung menarik
tangan Arni tanpa permisi terlebih dahulu. Seluruh siswa hanya terdiam
keheranan. Arda dengan santainya pun melanjutkan aksinya kembali dengan membawa
Arni ketempatnya semula dan Arni hanya terdiam bisu bagaikan patung. Suara
gaduh kembali menyeruak, ketika Arda tiba-tiba berlutut dihadapan Arni yang
kemudian menjulurkan sebatang pohon bunga mawar yang baru dicabut dari
tangannya itu. Sambil berkata “Arni . . . tahukah kamu? Kamu seperti bunga
mawar ini bagiku. Walaupun kamu memiliki banyak duri yang begitu tajam, tapi
dengan kecantikan yang kamu miliki, kamu mampu meluluh lantahkan hati ini.
Kumohon . . . , terimalah sebatang pohon bunga mawar ini, sebagai tanda bahwa
kamu mau menerima diriku dihatimu!”
“Terima, terima, terima . . . !” seluruh siswa
pun mulai menyeruakkan suara mereka dengan begitu keras dan kompaknya.
Arni
pun hanya terdiam, hatinya terus memberontak. Dia tidak tahu apa yang harus dia
lakukan. Apakah dia harus menerima pernyataan cinta dari Arda yang sejak dulu
dia tunggu-tunggu, atau harus menolaknya, karena perasaannya kini sudah mulai
berubah menjadi perasaan benci terhadap Arda. Dia benar-benar bimbang. Tanpa
basa-basi, Arni pun langsung menghempas bunga tersebut dan pergi meninggalkan
Arda tanpa mengucapkan apa-apa.
“Aku
tahu ini pasti bohong. Kamu itu punya perasaan yang sama denganku Ar. . . ! Aku
tahu itu, dan aku sangat yakin. Aku nggak akan berhenti sampai disini, aku akan
buktiin itu.” ucap Arda dengan kerasnya dan dia langsung berdiri sambil
menunjuk Arni dengan tangannya, hingga membuat salah satu guru disekolah
tersebut pun terpaksa harus keluar dari kantor dan mendatangi Arda. Tanpa Arda
sadari, Pak Deni telah berdiri dibelakangnya. Seluruh siswa pun langsung bubar meninggalkan Arda
ditempat tersebut dengan langkah yang pelan dan kepala menunduk.
“Arda
. . . ! Ngapain kamu disini?” tanya Pak Deni dengan suara keras.
“Nggak
ngapa-ngapain kok Pak.” jawab Arda sambil cengengesan.
“Jangan
bikin ulah! Walaupun kamu baru disini, tapi kamu sudah menjadi siswa disekolah
ini. Jadi, kamu harus taat akan segala peraturan yang ada di sekolah ini.
Mengerti! Sudah masuk kekelas sana!” tegas Pak Deni.
“Ya
. . . Pak, saya mengerti. Mari Pak saya pergi dulu.” ujar Arda dengan sopan.
Arda pun langsung pergi menuju kekelasnya dan begitu pula dengan Pak Deni yang
menuju kekantor.
Keesokan
harinya, Arda benar-benar membuktikan ucapannya. Pagi-pagi sekali Arda sudah
berada didepan pintu gerbang sekolah untuk menunggu Arni datang. Setelah
beberapa menit akhirnya Arni pun datang. Tanpa basa-basi lagi Arda pun mulai
menggoda Arni dengan kata-kata gombalnya.
“Aduh
yang lagi lewat wajahnya kok jutek amat sih. Tapi tak apalah . . . . . ,
tetep manis dan cantik kok.” goda Arda.
Tapi apa yang terjadi, Arni tak sedikit pun menggubrisnya, dia tetap
melangkahkan kakinya itu.
Tanpa
sadar, sudah hampir 3 bulan Arda terus melakukan hal tersebut. Bahkan dia juga
selalu datang ke kelas Arni, menitip pesan untuknya, dan sering menghadangnya.
Tetapi Arni tetap seperti itu. Tak peduli. Hingga suatu ketika . . . . . . . .
. . .
“Ah
. . . . . . . . . . tolong, tooooloooong.” teriak Arni sambil berlari ketakutan.
“ Mas . . . mas . . . , bisa minta tolong nggak? Tolong usirkan anjing-anjing
itu dong!” pinta Arni yang hampir kehabisan nafas sambil memegang baju dan
berlindung dibelakang sosok yang dia harapkan pertolongannya. Dan dalam seketika
anjing-anjing itupun dengan mudah diusirnya.
“Huh
leganya. . . . . !Makasih banyak yach mas, mas hebat banget deh bisa ngusir
anjing-anjing itu dengan gampang. Sekali lagi makasih banyak yach mas.” ucap
Arni yang masih bersembunyi dibelakang tubuh sosok itu.
Kemudian
sosok itu pun secara perlahan-lahan mulai membalikan badannya. Dan berkata “Iya
sama-sama kok. Itu sih masalah gampang.”
“Kamu
. . . . ! Ih . . . . . .!” tiba-tiba wajah Arni berubah menjadi pucat pasif dan
dia merasa sangat malu.
“Kenapa
ih . . . . ? heran yach. Nggak suka kalau aku yang bantu, atau malu?” goda
Arda.
“Udah,
aku pergi dulu.” jawab Arni jutek.
“Tunggu
. . . ! tungguin aku dong, please berhenti disitu! Sebentaaaaaaar . . . . aja!”
pinta Arda lembut. Arni pun menuruti perkataan Arda. Dan secara tiba-tiba Arda
telah berada tepat disamping Arni sambil membawa payung yang sudah siap untuk
digunakan.
‘’Hah
. . . . . ?” Arni keheranan.
“Ussssssst.
Tenang aja deh. Kamu akan tahu sebentar apa alasannya.” bisik Arda dengan
lembut ditelinga Arni. Sungguh peristiwa yang begitu aneh pun terjadi. Langit
yang begitu cerahnya, tiba-tiba mulai meneteskan air hujan yang begitu deras.
“Kok
bisa? Aneh banget.” Tanya Arni yang begitu keheranan.
“Bisalah.
Kan aku yang minta sama Tuhan.” Sahut Arda meyakinkan. “Ar . . . maafin aku
yach. Aku tahu aku salah baru datang saat ini, dan sudah membuatmu menungguku
terlalu lama. Maafin aku yach! Sungguh tak pernah terbesik dalam hatiku untuk
mempermainkan perasaanmu. Aku sungguh men . . . cin . . . tai . . . mu. Tolong
terima pernyataan cintaku ini!” sambung Arda sambil menatap kedua bola mata
Arni dengan suara yang seperti gemuruh hujan.
Seperti
biasa, Arni hanya terdiam bisu bagaikan patung. Tak ada satu pun untaian kata
yang terucap dari mulutnya. Pandangan matanya tak terarah. Dia tak berani menatap mata Arda. Kemudian Arda
pun langsung melangkahkan kakinya keluar dari lingkaran payung itu dan
membiarkan tubuhnya dibasahi oleh air hujan.
“Baiklah,
aku akan berikan dua pilihan untukmu. Jika seandainya kau mau menerima cintaku,
tolong buang payung itu dan bermainlah hujan dengan ku. Tapi jika sebaliknya,
tolong bawa payung itu sebagai kenangan dariku dan segera pergi dari
hadapanku!” tegas Arda.
Arni
pun langsung pergi meninggalkan Arda, sembari membawa payung tersebut. Dengan
penuh rasa kecewa Arda mulai membalikan badannya secara perlahan-lahan dan mulai
meninggalkan tempat itu.
“Apa
hujan udah berhenti? Kenapa aku tidak merasakan tetesan air hujan? Aneh banget,
disana hujan . . . , tapi disini . . . . . Jangan-jangan . . . . . .” Arda pun
langsung membalikan badannya kembali, dan melihat Arni sedang berdiri dihadapannya
sambil memayunginya.
“Arni
. . . Apa maksudnya ini? Apa kau menerima cintaku” Tanya Arda polos.
“Hm.”
jawab Arni sambil tersenyum manis.
Seketika
itu, Arda pun langsung melompat kegirangan. Arni pun hanya bisa tertawa melihat
tingkah konyolnya itu. Sungguh sebuah peristiwa yang begitu membahagiakan bagi
mereka. Dari situlah kisah cinta mereka pun dimulai. Setiap harinya ada saja
tingkah laku yang dilakukan Arda untuk membuat Arni merasa bahagia. Entah itu
lucu, memalukan, atau bahkan romantis. Mulai dari kebiasaannya yang selalu
menunggu Arni didepan pintu gerbang sekolah, membelikannya makan siang, sampe pernah
nyanyiin lagunya Super Junior yang
berjudul No Other dihalaman sekolah,
hingga membuat suaranya menjadi serat dan akhirnya dihukum oleh guru. Arda . .
. , Arda . . . , memang ada-ada aja yach. Pantesan aja siswa-siswi disekolah
mereka sampe menjuluki mereka sebagai pasangan yang super so sweet abis.
Tak
terasa 99 hari dari masa jadian mereka pun berlalu begitu cepatnya. Rasanya
baru kemarin mereka jadian. Dan besok
menjadi hari dimana usia jadian mereka sudah genap 100 hari.
“Kemana
Arda yach? Kok tumben sih hari ini Arda nggak nungguin aku?” ujar Arni dengan
cemas.
“Sabar
Ar . . . , mungkin aja Arda lagi dijalan.” Jawab Nisha meyakinkan. “oya, sana
Rangga, diakan sahabat Arda. mending kita tanya sama dia aja yuk!”
“Rangga,
tunggu sebentar dong. Ada yang mau kita tanyaiin nih!” panggil Arni.
“Eh
kalian. Oya, aku hampir lupa. Kalian pasti sedang nungguin Arda kan? Udah,
nggak usah ditungguin! Dia nggak bakal datang.” Ucap Rangga.
“Maksudnya?”
Tanya Arni kembali.
“Dia
demam. Jadi nggak bisa sekolah deh.”
“Nggak
parah kan?” perjelas Arni.
“Nggak,
nggak parah kok. Cuma demam biasa.”
“Oh
. . . syukurlah. Tolong bilang sama dia, hari ini aku nggak bisa jenguk. Aku
titip salam saja yach. Semoga cepat sembuh.”
“Iya Arni . . . nanti pasti aku sampein kok.”
“Makasih
banget yach Ngga.”
“Iya,
sama-sama kok.”
Mereka
pun kemudian berpisah, untuk menuju kekelas mereka masing-masing. Sungguh
suasana sekolah hari ini terasa begitu sepi. Mungkin karena Arda nggak datang.
Tak
. . . . . ! Tak . . . . . ! Tak . . . . . !
“Aduh
siapa sih, subuh-subuh gini main lempar kaca rumah orang sembarangan” ucap Arni
marah, dan kemudian langsung melihat keluar jendela.
“Hai!
Ini aku . . . , Arda.” sapa Arda dengan
suara yang begitu pelan.
“Ada
apa?” Tanya Arni penasaran.
“Ada yang ingin aku bicarakan. Pentiiiiiiiiiiiiiiiiiiing
banget. Cepet keluar!” bujuk Arda.
“Nggak
ah. Nggak enak sama tetangga.”
“Kumohon
sebentar saja!” sambil menguncupkan tangan.
“Iya
deh aku keluar sekarang.”
Dengan
perasaan cemas Arni pun keluar dan pergi menemui Arda yang tengah asyiknya
duduk dibangku halaman depan rumah Arni. Tanpa berbasa-basi lagi, Arda pun
langsung menarik tangan Arni dan mengajaknya untuk ikut duduk bersamanya disebuah
bangku. Lalu Arda menyodorkan sebuah bingkisan untuk Arni.
“Apa
ini?” tanya Arni dengan ucapan bibirnya yang begitu manis tapi penuh rasa
penasaran.
“Buka
dong!” pinta Arda. Kemudian Arni pun mulai membuka bingkisan itu ssecara
perlahan-lahan. Dan alangkah terkejut dan bahagianya hati Arni, ketika dia
melihat sebuah album foto yang didalamnya berisikan foto-foto tentang dirinya,
sejak dia SMP sampai sekarang, bagaimana
mereka jadian, dan beberapa surat yang dia tulis sebagai ungkapan perasaan
cintanya terhadap Arni, yang tak pernah berani untuk dia berikan. Semua itu
hanya untuk Arni.
“Bagaimana,
kerenkan? Pasti kerenlah. Oya, akukan udah kasih kado spesial di hari ke-100 kita
jadian. Sekarang aku mau minta sesuatu sama kamu. Boleh nggak?” Tanya Arda.
“Boleh
asal jangan yang aneh-aneh. Eh tapi jangan dulu. Bukannya kamu lagi sakit?” Tanya
Arni kebingungan.
“Aku
sudah sembuh kok. Obatku kan kamu.”
Arda
pun tiba-tiba langsung menjatuhkan kepalanya diatas pangkuan Arni. Arda
terlihat begitu manja hari ini. Dia seperti anak kecil. Keduanya pun saling
memandang dan tersenyum.
“Ar
. . . cinta sejatiku, maafin aku yach udah bangunin kamu subuh-subuh kayak
gini.” Ucap Arda lembut
“Iya
nih, kamu ganggu tidur aku ajach. Tahu nggak, ini tuh masih jam 4 subuh tahu.
Kalau niatnya cuma ingin ngasih kado kenapa tidak disekolah aja?” gerutu Arni.
“Beda
dooong. Aku kan ingin sesuatu yang surprise dan romantis. Sebagai tanda bahwa
aku sudah nebus segala kesalahan aku
sama kamu. Yach dengan cara yang kayak gini. Ar . . . apa selama beberapa hari ini
kamu bahagia bersamaku?”
“Iya,
aku sangaaaaat . . . . . bahagia.”
“Syukurlah.
Aku seneng banget dengernya. Trus aku punya satu pertanyaan lagi buat kamu. Apakah
aku cinta pertamamu?”
“Iya.
Kalau kamu sendiri bagaimana?”
“Bukan
hanya yang pertama, tapi sekaligus yang terakhir.”
“Emang
kamu yakin nggak bakal kelain hati?”
“Aku
yakin banget.”
“Apa
buktinya?”
“Ntar
kamu juga tahu sendiri. Yang jelas wajah terakhir yang aku lihat adalah dirimu,
suara terakhir yang kudengar juga suaramu, dan jantung ini pun akan terakhir
kalinya berdetak, ketika kamu ada disampingku.”
“Jangan
gombal.”
“Nggak,
aku nggak ngegombal kok. Ini serius lagi. Udah ah, aku mau pulang. Matahari
kayaknya udah mau terbit tuh. Nggak enakkan kalau dilihat sama tetangga.” Ucap
Arda sembari mengangkatkan kepalanya dari panggkuan Arni, dan kemudian langsung
berdiri dihadapan Arni.
“Bukannya
aku yang seharusnya ngomong kaya gitu.” Sambar Arni.
“Ar
. . , aku kan belum beri tahu apa yang aku minta. Sekarang aku akan
memintanya!”
“Trus
yang tadi apa?”
“Emangnya
aku dapat bilang sesuatu gitu?”
“Ya
nggak sih. Kalau gitu apa dong?”.
Kemudian
Arda langsung menarik tubuh Arni dan memeluknya dengan hangat. Arni kaget dan
dia berusaha untuk melepaskan diri.
“Tenanglah,
aku hanya memintanya sebentar saja. Jangan sampe nanti kamu menyesal. Karena
ini adalah pelukan pertama sekaligus yang terakhir dariku untukmu. Please…..!”
kemudian Arni pun mulai diam.
“Ar
. . . jaga dirimu baik-baik yach, jangan suka marah-marah lagi, dan harus
selalu bahagia walau aku sudah tiada. Dan satu lagi, jangan pernah ngelupain
aku. Walau aku takkan pernah bisa menjadi cinta terakhirmu, tapi aku adalah
cinta pertamamu sekaligus cinta sejatimu. Ingatlah pesan-pesanku ini Ar . . . !
Cinta sejatiku.” Ucap Arda dengan suranya yang begitu lembut sembari dia
meneteskan air mata.
“Ar
. . . cinta sejatiku????” ucap Arni tak mengerti.
Seketika
itu,,, Arda pun melepaskan pelukkannya. Dan secara tiba-tiba,, ia mengecup
lembut kedua pipi Arni, dahi, dan bibir Arni yang manis. Arni pun hanya terdiam
dan hanya memperlihatkan tatapannya yang kosong.
Setelah
itu, Arda pun langsung pergi meniggalkan
Arni. Tubuhnya seakan menghilang dan lenyap begitu saja. Mungkin karena
pancaran sinar matahari pagi yang begitu menyilaukan. Sehingga, biar sedikit
pun tubuh Arda tidak terlihat oleh Arni.
Tetapi dibalik cerahnya sinar mentari pagi, tiba-tiba . . . . . . hujan
mulai turun membasahi bumi ini. Dan Arni pun mulai melangkahkan kakinya untuk masuk
kedalam rumahnya. Dan tak lama kemudian, dilihatnya Rangga dengan pakaian yang
serba hitam mulai datang menghampirinya.
“Ada
apa Ngga, kok pagi-pagi banget sudah datang kesini” tanya Arni curiga.
“Arda Ar . . . , Arda sudah meniggal. Dia meninggal
subuh tadi.” ucap Rangga sedih.
“Kamu
pasti bohong, aku nggak percaya. Jelas-jelas Arda tadi kesini. Emang kamu nggak
ketemu dia dijalan?”
“Aku
nggak bohong. Kalau nggak percaya sekarang kita sama-sama kerumah Arda!”
Arni
dan Rangga pun langsung bergegas menuju kerumah Arda. Betapa sedihnya hati Arni
ketika dia harus menerima kenyataan bahwa apa yang dikatakan Rangga itu benar adanya. Air matanya mulai bercucuran
tiada hentinya. Sosok yang begitu tampan, polos, dengan dihiasi senyuman yang
begitu manis, kini harus terbujur kaku tak bernyawa. Rintikkan hujan yang turun
kebumi, seakan menjadi pertanda bahwa semesta ini juga ikut menangis karena
kepergiannya.
“Kini
aku baru mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dia menghilang begitu saja bukan
karena dia ingin mempermainkan perasaanku, melainkan karena penyakitnya. Kini
aku percaya Ar . . . , bahwa aku juga adalah cinta terakhir dihatimu. Dan
ternyata Tuhan memang benar mengabulkan doa seperti apa yang aku minta. Tuhan
mengirimmu datang kembali kepadaku dan Dia juga mengizinkan aku untuk bisa
memilikimu, walaupun itu hanya sementara.” Ucap Arni dalam hati.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar